kua gerokgak
Kamis, 01 November 2012
Rabu, 31 Oktober 2012
proses perjalanan haji
IHRAM DAN NIAT HAJI
ATAU UMRAH
Bagian
Pertama dari Dua Tulisan [1/2]
ARTI
IHRAM DAN HAL-HAL YANG DISUNNAHKAN DI DALAMNYA
Pertanyaan
Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apakah arti ihram dan apa
yang disunnahkan bagi orang yang sedang ihram ?
Jawaban
Ihram
adalah niat haji atau umrah. Yaitu ikatan hati untuk masuk dalam ibadah haji
atau umrah. Dan bila seseorang telah masuk dalam ibadah haji atau umrah maka
dia terlarang melakukan hal-hal yang dilarang bagi orang yang sedang ihram.
Jadi
ihram bukan hanya sekedar pakaian. Sebab boleh jadi seorang memakai kain dan
selendang ketika berada di daerahnya dan dengan tanpa niat namun dia tidak
disebut orang yang sedang ihram. Terkadang seorang yang telah ihram dengan
hatinya dan membiarkan pakaian biasanya, seperti qamis, surban dan lain-lain da
dia membayar fidyah karena dia melanggar ketentuan dalam ihram.
Adapun
yang disunahkan dalam ihram adalah mandi jika badannya tidak bersih dan
ihramnya dalam waktu panjang, tapi jika telah mandi dalam hari itu maka tidak
perlu memperbarui mandinya. Disunnahkan juga bagi orang yang sedang ihram yaitu
membersihkan dari kotoran dan sepertinya, memotong kumis jika telah panjang
karena takut semakin memanjang setelah ihram dan terganggu karenanya, memakai
minyak wangi sebelum niat -karena ketika telah ihram dilarang memakai farfum-
agar tidak terganggu oleh keringat dan kotorannya. Tetapi bila tidak
mengkhawatirkan hal demikian itu, maka tidak mengapa jika tidak memakai farfum,
dan inilah yang umum dalam masa-masa tersebut karena pendeknya masa ihram, baik
dalam haji atau umrah. Wallahu a'lam.
IHRAM,
TALBIYAH, DAN MANDI IHRAM NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Pertanyaan
Al-Lajnah
Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
ihram dan mandi dari Madinah Al-Munawwarah ?
Jawaban
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam ihram dari Dzulhulaifah. Maksudnya, Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam talbiyah haji dan umrah dari Dzulhulaifah dan
tidak dari Madinah. Demikian itu karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah menentukan beberapa tempat miqat untuk haji dan umrah, yaitu Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan Dzulhulaifah sebagai miqat bagi
penduduk Madinah. Sebab tidak mungkin bila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menentukan hukum sesuatu lalu beliau melanggarnya. Hal ini terdapat
dalam riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Artinya
: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menentukan miqat bagi penduduk
Madinah di Dzulhulaifah, bagi penduduk Syam di Juhfah, bagi penduduk Najd di
Qarnul Manazil, bagi penduduk Yaman di Yalamlam. Dan beliau berkata :
"Tempat-tempat miqat ini bagi masing-masing penduduk tersebut dan bagi
orang-orang yang melewatinya dari selain penduduknya, yaitu bagi orang yang
haji dan umrah. Barangsiapa yang lebih dekat (ke Mekkah) dari tempat-tempat
(miqat) tersebut maka (miqatnya) dari mana dia berada, hingga bagi penduduk
Mekkah (maka miqatnya) dari Mekkah" [Hadits Riwayat Bukhari dan
Muslim]
Dan
diriwayatkan dari Salim bin Abdullah bin Umar -semoga Allah meridhai mereka-
bahwa dia mendengar bapaknya berkata :
"Artinya
: Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak talbiyah melainkan dari samping
masjid, yakni masjid Dzulhulaifah" [Hadits Riwayat
Bukhari dan Muslim]
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga mandi di Dzulhulaifah. Di mana terdapat
riwayat dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit dari ayahnya bahwa dia (ayahnya)
melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melepas baju untuk talbiyahnya dan
mandi. [Hadits Riwayat
Tirmidzi]
Shalawat
dan salam kepada Nabi kita Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam,
keluarga dan para sahabatnya.
LEBIH
UTAMA MANDI SEBELUM IHRAM
Pertanyaan
Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika seseorang yang ingin haji berangkat
dari Mekkah ke Mina pada tanggal 8 Dzulhijjah dan dia mandi ketika di Mina,
apakah demikian itu cukup baginya, dan apa kewajiban yang harus dilakukan ?
Jawaban
Jika
seseorang yang ingin haji mandi di Mina, maka dia tidak berdosa dalam demikian
itu. Tapi yang utama adalah sebelum ihram dia mandi di rumah atau tempat mana
saja di Mekkah kemudian dia ihram untuk haji di rumahnya dan tidak harus pergi
ke Masjidil Haram untuk thawaf. Sebab orang yang akan pergi ke Mina pada hari
Tarwiyah (8 Dzulhijjah), maka dia tidak wajib thawaf wada'. Jika seorang ihram
tanpa mandi, maka dia tidak berdosa. Lalu jika mandi di Mina ketika dia telah
ihram maka juga tidak mengapa. Tapi yang utama dan sunnah adalah jika dia mandi
sebelum ihram. Jika tidak mandi (ihram tanpa mandi) atau hanya wudhu saja, maka
dia tidak berdosa dalam demikian itu. Sebab mandi ketika ihram hukumnya sunnah,
demikian pula wudhu.
MELAFAZKAN
NIAT HAJI DAN UMRAH
Pertanyaan
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah boleh melafazkan niat untuk
melaksanakan umrah, haji, thawaf, atau sa'i ? Dan kapan noleh mengucapkan niat
?
Jawaban
Melafazkan
niat tidak terdapat keterangan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam baik
dalam shalat, thaharah, puasa, bahkan dalam semua ibadah yang dilakukan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk haji dan umrah. Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam ketika ingin haji atau umrah tidak mengatakan : "Ya Allah, saya
ingin demikian dan demikian". Tidak terdapat riwayat dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam demikian itu dan beliau juga tidak pernah memerintahkan
kepada seorang pun dari sahabatnya". Yang ada dalam hal ini hanya bahwa
Dhaba'ah binti Zubair, semoga Allah meridhainya, mengadu kepada Nabi
Shallallahu 'alihi wa sallam bahwa dia ingin haji dan dia sakit. Maka Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya :
"Artinya
: Berhajilah kamu dan syaratkan, bahwa tempatku ketika aku tertahan. Sebab yang
dinilai oleh Allah untukmu, apa yang kamu kecualikan" [Muttafaqun 'Alaihi]
Sesungguhnya
perkataan di sini dengan lisan. Sebab akad haji sama dengan nadzar. Dan bila
manusia niat untuk bernazdar dalam hatinya maka demikian itu bukan nadzar
dan tidak berlaku hukum nadzar. Karena haji seperti nadzar dalam keharusan
menepatinya jika telah merencanakannya (niat), maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam memerintahkan Dhaba'ah untuk mensyari'atkan dengan mengatakan :
"Jika aku terhalang oleh halangan apapun, maka tempatku ketika aku
terhalang". Adapun hadits yang menyatakan Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda : "Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan
berkata : "Shalatlah kamu di lembah yang diberkati Allah ini, dan
katakanlah : " Umrah dalam haji atau umrah dan haji".
Maka
demikian itu bukan berarti bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan
niat. Tetapi maknanya bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan
manasiknya dalam talbiyahnya. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
pernah mengucapkan niat.
TEMPAT
NIAT DALAM HATI DAN SUNNAH MENGUCAPKAN KETIKA DALAM HAJI
Pertanyaan
Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah niat ihram harus diucapkan
dengan lidah ? Dan bagaimana cara niat haji karena mewakili orang lain ?
Jawaban
Tempat
niat di dalam hati, bukan di lisan. Caranya adalah agar sesorang niat dalam hatinya
bahwa dia akan haji atas nama fulan bin fulan. Demikian itulah niat. Namun
untuk itu dia disunnahkan melafazkan seperti dengan mengatakan : "Labbaik Allahumma Hajjan an Fullan "
(Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk haji atas nama fulan), atau "Labbaik Allahumma 'Umratan 'an Fulan "
(Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah atas nama Fulan) hingga apa yang
ada dalam hati dikuatkan dengan kata-kata. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam melafazkan haji dan juga melafazkan umrah. Maka demikian ini sebagai
dalil disyari'atkannya melafalkan niat karena mengikuti Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Sebagaimana para sahabat juga melafazkan demikian itu
seperti diajarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka
mengeraskan suara mereka. Ini adalah sunnah. Tapi jika seseorang tidak
melafazkan dan cukup niat dalam hati dan melaksanakan semua rukun haji seperti
apa yang dilakukan untuk dirinya sendiri dengan talbiyah secara mutlak dan
mengulang-ngulang talbiyah secara mutlak tanpa menyebutkan fulan dan fulan
sebagaimana dia talbiyah untuk dirinya sendiri, maka seakan dia haji untuk
dirinya sendiri. Tapi jika menentukan nama orang dalam talbiyahnya, maka
demikian itu talbiyah yang utama, kemudian dia melanjutkan talbiyah sebagaimana
dilakukan orang-orang yang haji dan umrah, yaitu :
"Artinya
: Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah dan tiada
sekutu apapun bagi-Mu. Sesungguhnya puji, nikmat dan kekuasaan hanya bagi-Mu
tanpa sekutu apapun bagi-Mu. Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi
panggilan-Mu ya Allah, Rabb kebenaran"
Maksudnya,
dia membaca talbiyah sebagaimana dia membaca talbiyah untuk dirinya sendiri
dengan tanpa menyebutkan seseorang yang diwakili kecuali dalam awal ibadah
dengan mengatakan : "Labbaik
Allahumma Hajjan an Fulan " (Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu
untuk haji atas nama Fulan), atau : "Labbaik
Allahumma 'Umratan 'an Fulan " ( Ya Allah, aku penuhi
panggilan-Mu untuk umrah si Fulan), atau : "Labbaikallahumma hajjan wa 'umratan
'an Fulan " (Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu untuk haji dan
umrah atas nama Fulan). Niat-niat seperti ini yang utama dilakukan pada awal
niatnya ketika ihram.
TIDAK
BOLEH IHRAM UNTUK DUA HAJI
Pertanyaan
Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apakah sah ihram dengan dua haji
atau dua umrah ? Apakah makna talbiyah, syarat-syarat dan hukumnya ?
Jawaban
Tidak
sah satu ihram untuk dua haji, dan tidak diperbolehkan haji kecuali hanya satu
kali dalam setahun. Sebagaimana tidak sah juga niat ihram untuk dua umrah dalam
satu waktu. Juga tidak boleh menjadikan satu haji untuk dua orang, sebagaimana
tidak boleh menjadikan satu umrah untuk dua orang. Sebab tidak terdapat dalil
yang menunjukkan demikian itu.
Adapun
talbiyah adalah, jawaban atas panggilan Allah dalam firman-Nya.
"Artinya
: Dan serukanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji" [Al-Haj : 27]
Adapun
redaksi talbiyah adalah :
Labbaika
Allahumma Labbaika Laa Syarikalaka Labbaika, Innalhamda wa ni'mata Laka walmuka
Laa Syariika Laka
"Artinya
: Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah
dan tiada sekutu apapun bagi-Mu. Sesungguhnya puji, nikmat, dan kekuasaan hanya
bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu"
Tidak
boleh menambahkan redaksi tersebut dengan apa yang mudah kamu lakukan seperti
kamu mengucapkan.
"Artinya
: Aku penuhi panggilan-Mu, dan bahagia memenuhi panggilan-Mu. Semua kebaikan
ada di tangan-Mu, dan keburukan tidak kembali kepada-Mu. Aku penuhi
panggilan-Mu dengan penuh suka cita dalam menghadap kepada-Mu dan beramal. Aku
penuhi panggilan-Mu, bagi-Mu dengan sepenuhnya dalam mengabdi dan
merendahkan diri" [Muttafaqun 'Alaihi]
Sedang
hukum talbiyah adalah sunnah muakkad. Namun sebagian ulama mengatakan talbiyah
sebagai rukun dalam haji karena talbiyah merupakan syi'ar lahiriah bagi orang
yang haji dan umrah.
Adapun
waktu talbiyah adalah setelah niat seiring ihram ketika di masjid. Seyogianya
talbiyah dilakukan ketika naik atau turun kendaraan, ketika mendaki atau turun
lembah, ketika mendengar orang yang talbiyah, ketemu kawan, sehabis shalat
wajib, menjelang malam atau menjelang pagi, dan lain-lain dari perubahan
keadaan. Wallahu A'lam.
Disalin
dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia,
Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i,
hal 98 - 104, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc
Permakluman
KUA Gerokgak sedang direnovasi total dan saat ini masih sedang proses vinising ( 80 % ) sehingga mengganggu pelayanan masyarakat sehari-hari
Langganan:
Postingan (Atom)